Membangun Kepemimpinan
BagikanMenempatkan diri dalam situasi yang sangat membutuhkan tindakan dari pemimpin merupakan cara terbaik untuk belajar memupuk jiwa kepemimpinan. “Pemimpin adalah seorang yang berusaha menolong orang lain, mengembangkan keterampilannya, dan mau berbagi ilmu pengetahuan yang dimilikinya kepada orang lain,” kata Buchori.Buchori mengatakan, sebenarnya secara alami setiap anak memiliki jiwa kepemimpinan, namun pola asuh orangtua sangat mempengaruhi perkembangannya. ‘’Sebelum menjadi seorang pemimpin anak haruslah mengeksplorasi dirinya sendiri. Dengan mengenali dirinya sendiri anak akan mudah membentuk konsep diri,’’ paparnya. Misalnya, ajak anak mengisi jawaban dari pertanyaan apa yang saya ingin lakukan?, siapa saya? Apa yang bisa saya lakukan untuk menjadikan dunia lebih baik?’ Menurut Manajer Pendidikan Fakultas Psikologi UI, Dr Tjut Rifameutia MA Psi, orang yang memiliki jiwa kepemimpinan umumnya mampu menjadi pemimpin bagi dirinya sendiri terlebih dulu sebelum memimpin orang lain atau suatu kelompok. Selain itu juga mampu memberi contoh dan menunjukkan karakter pemimpin. Secara umum, seorang yang memiliki jiwa kepemimpinan mampu menstimulasi dan memotivasi orang lain agar tergerak untuk melakukan instruksi atau tugas yang diembannya. “Seorang pemimpin di atas kertas belum tentu memiliki jiwa kepemimpinan yang ideal, sebaliknya ada juga yang bukan seorang pemimpin namun memiliki jiwa kepemimpinan (leader characters),” katanya. Sedangkan untuk anak-anak, lanjut psikolog yang akrab disapa Tia ini, jiwa kepemimpinan haruslah diolah dengan baik. Cermati apakah anak memiliki self initiative atau tidak? Apakah anak mampu berpikir dan memutuskan sendiri. Ketika berada dalam suatu kelompok. Apakah anak bisa berinteraksi dan bekerjasama
dengan teman-temannya atau tetangga. “Sebelum bisa memberi tujuan atau arahan bagi orang lain, anak harus memiliki self initiative terlebih dulu,” katanya.Pengaruh pola asuh
Jiwa kepemimpinan anak dipengaruhi oleh faktor bakat dan pola pengasuhan orangtua. Sejak dini anak sudah melihat pola tingkah laku orangtuanya. Tinggal bagaimana orangtua mencontohkan nilai-nilai kepemimpinan itu. “Sebenarnya jiwa kepemimpinan anak terbentuk karena mengamati apa yang ada didekatnya setiap hari, jadi tergantung bagaimana orangtua membentuk atmosfernya,” kata Tia.Arfi Destianti, Principal Semut-Semut The Natural School, salah satu sekolah yang memiliki mata pelajaran
kepemimpinan ini mengatakan, pengajaran kepemimpinan lebih mengajarkan anak memecahkan masalah melalui diskusi mulai dari permasalahan sederhana yang ada di sekitar anak, seperti persoalan sampah. Anak diminta berdiskusi bagaimana cara mengelola sampah yang baik. Melalui diskusi anak belajar menerima dan mengenal pemikiran orang lain yang berbeda dengannya serta mampu memutuskan jalan keluar yang menurutnya terbaik. “Jadi yang bisa dikatakan seorang pemimpin tak hanya memimpin barisan atau menjadi ketua suatu perkumpulan, namun dilihat dari kemampuannya memimpin dan mengatur,” papar Arfi. Arfi menambahkan, memberikan anak kesempatan untuk menunjukkan kemampuan diri dan bertanggung jawab pada jalan pilihannya sangat penting untuk mengembangkan potensi jiwa kepemimpinannya. “Sebaiknya dalam pengajaran di sekolah juga diisi oleh nilai-nilai yang menuntunnya menjadi seorang pemimpin baik dari dimensi ketuhanan maupun kemanusiaanya, seperti bersikap terbuka, toleran, menolong sesama, mampu membuat keputusan, berlapang dada, dan membedakan mana yang benar dan salah, dan sebagainya,’’ paparnya. Tak hanya diajarkan secara teori, sambung Arfi, tapi anak juga diajar praktik mengenal dan menerima perbedaan, seperti warna kulit, asal suku, beda agama, dan lainnya. “Mulai dari sini anak bisa berkembang ke arah yang lebih kompleks, misalnya menerima jalan pemikiran orang lain, namun anak tetap mampu menentukan sikapnya,” katanya. Berdasarkan pengamatan Arfi, umumnya jiwa kepemimpinan anak bisa terlihat ketika dia berada dalam kelompok. Di dalam komunitas anak tengah belajar mengenai organisasi, tanpa disadari anak akan menunjuk ketua yang mereka anggap mampu memimpin dan mengkoordinasikan tugas. Anak yang memiliki jiwa pemimpin umumnya memiliki kecerdasan berkomunikasi secara verbal. Artinya, berani berpendapat atau mengeluarkan apa yang dipikirkannya. “Anak ini juga mengayomi teman-temannya dengan menerima segala pendapat, namun sebenarnya dia mengolah pendapat tersebut dan sudah tahu jalan apa yang akan diambil,” katanya. Role play
Tia mengatakan, kepemimpinan lebih pada aksi (action) biasanya melalui role play atau memberi contoh. Tumbuhkanlah dialog dengan anak, sehingga dia berani mengemukakan ekspresi dan pendapatnya. Berikan kesempatan anak untuk memilih dengan memberikan beberapa pilihan, misalnya adik mau memakai baju yang warna putih, merah atau hijau? Serta bertanggung jawab pada pilihan tersebut. Kemudian tanyakan pendapatnya akan suatu hal, misalnya anak diikutkan les menari, namun anak keberatan coba tanyakan sebabnya dan pilihan minatnya atau bahas mengenai masalah-masalah sosial.Buchori menambahkan, sebaiknya anak juga diberikan beragam pengalaman dan mencoba segala hal. Kendati hal tersebut awalnya akan merugikan anak, namun anak bisa belajar dari kesalahannya sehingga mampu berpikir mandiri apa yang terbaik untuk dirinya sendiri. Misalnya, saat usia 2-3 tahun anak diminta meletakkan sepatu dengan rapi. Jika anak tidak mengikuti anjuran Anda jangan langsung marah, biarkan saja. Ketika terjadi kejadian sepatu hilang, maka anak akan tahu akibat dari kurangnya mengatur diri. “Suatu hari nanti anak akan belajar membuat keputusan untuk orang lain dan mempertanggungjawabkannya,” ujarnya.Untuk menilai apakah anak memiliki jiwa kepemimpinan atau tidak, Anda bisa mengundang beberapa temannya atau libatkan anak di suatu organisasi sekolah. Kemudian amati perilakunya ketika anak mengatur perencanaan, misalnya mengajak dan mengkoordinasikan teman-temannya menyumbang dana untuk anak yatim piatu. Anak juga mampu melihat potensi teman-temannya sebelum mendelegasikan tugas. Selain berdasarkan pengamatan Anda sendiri diperlukan juga pendapat lain dari pendidiknya seperti guru di sekolah atau tempat les. “Selain anak memiliki jiwa kepemimpinan sebaiknya juga dibekali dengan pengetahuan yang kaya,” kata Tia.
Tia mengatakan, manfaat jiwa kepemimpinan akan terus dirasakan sepanjang hidup anak. Misalnya, kemampuan anak menilai tindakan yang baik dan buruk atau mengetahui prioritas hidupnya. Jiwa kepemimpinan termasuk dalam keterampilan hidup yang berperan pada kemampuan sosial (social skill) anak.
Inspiredkidsmagazine